Minggu, 31 Januari 2016

Purnamalam 2

<Temy


"The moonlight won't cease to bewitch the night dwellers with her beauty.
Such a sinful being indeed, to enchant the beauty down here.
Such a sinful being indeed, to be glad to with a dead rival.
Alas, this is not a story of the moon herself, this is a story of the beauty bewitched by the moon.
The beauty that is no longer human, sat on her own gravestone."

"Aku tahu dirimu menyukai menulis cerita dan cenderung narsis."
"Tapi aku tidak tahan mendengar seorang wanita terus memanggil dirinya cantik."

"!? Sejak kapan!? Tidak, lupakan segala yang kau dengar!"



"Of course, how could i reject such a b-e-a-utiful order."

"Kyaaaaaa!"



"Hah! Pukulan astralmu tidak akan terasa oleh otot-otot indahku!"

"KYAAAAAA!!!!!!!!"


Pada saat itu. Mukjizat terjadi.
Pantulan suara pada kuburan sepi dan frekuensi jeritan tertentu meningkatkan dan menciptakan suatu gelombang ultrasonik yang dapat didengar manusia.


"Aw! Sakit! Maaf, maaf aku bercanda! Hentikan jeritmu!"


Maka  gagak-gagak berterbangan.  Kelelawar berlarian. Tikus menuju persembunyian. Semua karena suara yang berdurasi lebih kurang satu menit.
Namun, pada akhirnya, ketenangan kembali menjadi milik malam.
Thus the beauty gasp due to such exhausting scream.

"Jadi, hantu pun bisa kelelahan?"

"-hah-Ya, seperti yang -hah- anda lihat -hah-."

"Waw, ditambah dengan yang kemarin, menjadi hantu terdengar seperti suatu penyiksaan."

"Memang."
 "Karena hanya mereka yang dengan kesalahan besar akan menjadi hantu."

Ya, kuntilanak punya alasan.

"Omong-omong, ada apa? Kenapa kemari lagi?"

"Banyak alasan. Tidak boleh?"

"Boleh saja, tidak gratis."

"Tentu kresek ini dapat menjelaskan segalanya."

Maka sang pria menunjukan isi kresek tersebut.

"Mmmh. Dirimu... sorang penguntit?"

"Tidak, hanya mengamatimu di kelas dan menanyakan temanmu sudah cukup."

"Aih, andai tampangmu itu sedikit lebih ganteng."

"....."

Maka tangan sang wanita mengambil -dari dalam kresek itu- sesuatu yang amat dicintainya.
Durian.

Sang lelaki mengambil pisau yang tebungkus koran dari dalam kresek yang sama.

Ya, terjadilah yang sudah diharapkannya. Sang lelaki membelah durian.

"Aaaaaaaaah. Harum ini. Pemandangan ini. Tak kusangka aku bisa merasakannya setelah kematian."

"Terimakasih sudah menunggu. Silahkan menikmati."

"Aaaaaah."

Ambil. Jilat. Seruput. Nikmat.

"Aaaaaaaaah!"

"Kenapa kamu!?"

"Rasanya saperti berhasil masuk surga...."

"Hah! Berkat siapakah itu?"

"Dirimu. Tapi berkat siapa juga aku tidak masuk surga?"

"....Kamu tahu?"

"Tidak, aku tidak bisa sampai ke atas sana, tidak ada yang memberitahu segalanya tentang diriku."

"......."

"Tapi dari reaksimu, diriku tahu siapa yang terlibat."

"......"

"Bagaimana caranya? Tidak, itu tidak penting.".
"Mengapa?"

"....."

"Sampah."
"Pergi."
"Tapi potong dulu durian satu lagi itu, baru pergi."

"Maaf."

"Potong. Pergi."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo, mohon bantu memupuk rasa percaya diri sang admin.
Anon, siapapun anda, saya akan menerima pesan apapun dari anda.