Minggu, 28 Februari 2016

Purnamalam 3


Kuburan
Malam Jumat


Satu bulan berlalu.





Kuburan


"Ah, tuan tikus, apakah kamboja ini sesuai dengan selera anda?"
Suara feminim itu.
"Bagaimana dengan anda, tuan gagak? Belatung ini adalah kebanggaan di sini!"
Senyum manis itu.
"Ah, cukup. Kalian tentu sudah kenyang, ya?"
"Sekarang giliranku, ya?"
"Terimakasih, ya!"

Decit. Koak. 
Dahar.

Sabtu, 20 Februari 2016

Tata Surya 6

Suatu rangkaian listrik dan reaksi kimiawi sekumpulan zat-zat tertentu dapat menghasilkan energi berupa gelombang cahaya teratur.
Teratur yang dimaksud adalah dengan frekuensi gelombang tertentu, yang dapat diterima oleh retina. Dan dalam jumlah yang amat besar, rangkaian tersebut menjadi apa yang disebut dengan gambar. Tentu lebih keren lagi kalau gambar tersebut bergerak dan menjadi animasi.
Ya, televisi.
Itu yang ada dalam sebuah ruang keluarga bersama dengan seorang pria bernama Antares.

Senin, 15 Februari 2016

Antologi Belati

Dengan Belati ini


Kuharap, aku bisa menyentuh hatimu
membuka pikiranmu
meyakinkanmu bahwa, 
kau ada di dalam hatiku



Bagai belati


Indah rona wajahmu,
Tawamu yang tak bisa lagi kudengar,
Senyummu yang kini abadi,
mengingatkanku pada warna itu

yang menghiasi dirimu dan milikku.



Darah itu merah


Dengan membawa belati, aku menghampirimu
Menyapamu dengan senyum
Berbincang dengan dirimu

dan berpisah dengan salam


Belati tetap bersamaku.
(Apa? Mengharapkan pembunuhan?)

Rabu, 10 Februari 2016

Tukang Tusuk, Cerbung baru lagi? Prolog

Colok sana. Colok sini. 
Ya, lambang lelaki memang disebut sebagai sang penombak, sang penusuk.
Memang lelaki itu kerjanya menusuk saja.

Dan itulah yang kulakukan demi sesuap nasi.. eh, roti. Aku lebih suka roti. Mungkin karena ibuku yang kalau zaman dulu disebut noni itu. Tapi roti yang kusuka bukan roti tebal begitu. Aku suka roti tanpa pengembang seperti roti maryam atau nan. Ah, mungkin bukan karena ibuku, tapi kakekku itu, Abdul manan itu. Ya, itu mungkin alasan mengapa aku lebih suka membeli tepung, garam, telur, mentega, dan susu kental manis. Bukan karena kalau dihitung ternyata harganya lebih murah dari nasi dan lauk. Ya, ini karena seleraku. Ya, aku bukan orang yang kikir. Maka, tidak, aku tidak sedang meyakinkan diriku dan dirimu dengan alasan picisan.

Nah, kembali menuju topik pertama kita. Menusuk adalah profesiku. Dan ini bukan metafora atau apapun yang bisa kau bayangkan dalam benakmu itu, pekerjaanku memang menusuk. Namun berbeda dengan yang mungkin ada dalam benakmu itu, apa yang kutusuk bukanlah spesialisasi profesi yang aku dalami ini. Justru menusuk itulah keahlianku. Dan begitulah alasan aku memiliki banyak julukan. Tapi dari sekian banyak yang ada, yang paling kusuka adalah "Tukang tusuk".

Ya, akulah sang tukang tusuk itu!